Senin, 30 Maret 2009

Ancangan Sistemik dalam Pengembangan Sistem Transportasi Kota

Oleh: Ngudi Tjahjono


PENDAHULUAN

Sistem Transportasi boleh jadi dipahami secara parsial oleh masyarakat umum atau bahkan oleh pengambil keputusan. Pemahaman secara parsial ini akan mengakibatkan sikap, respon, tindakan dan keputusan yang bersifat parsial pula. Dengan demikian, adalah wajar jika orang awam memandang masalah transportasi adalah masalah biasa, sepele dan bukan masalah yang terlalu penting.

Padahal gerak dan denyut perekonomian masyarakat ditentukan oleh baik atau tidaknya sistem transportasi. Sejauh mana tingkat pentingnya sistem transportasi baru diasakan secara langsung ketika salah satu elemen sistem tersebut terganggu atau lumpuh. Akibat kelumpuhan itu yang sering terjadi adalah kemacetan lalu-lintas, misalnya lumpuhnya lalu-lintas jalan toll Porong-Gempol akibat meluapnya lumpur panas Lapindo Brantas, yang sangat berpengaruh pada ketidaklancaran roda perekonomian masyarakat Jawa Timur. Selain berpengaruh kepada fisiologis manusia, juga berpengaruh kepada aspek non fisik (psikologis).

Sebagai suatu sistem, prasarana dan sarana transportasi yang memiliki banyak elemen yang saling berkaitan satu dengan lainnya, tidak bisa dipisah-pisahkan secara parsial. Sistem transportasi dibangun untuk membantu mengatasi keterbatasan manusia agar lebih lancar, cepat, nyaman, aman, dan tentu saja sehat. Namun sayang, tujuan ini tidak bisa dipenuhi karena kebijakan pengembangannya belum sepenuhnya dilakukan secara sistemik. Semula tujuannya adalah berorientasi pada pelayanan yang lebih baik untuk manusia, tetapi ternyata orientasinya baru pada tataran ekonomis yang cenderung menomorduakan aspek kemanusiaannya.

 

SISTEM TRANSPORTASI

 

Sistem adalah kumpulan obyek-obyek yang saling berinteraksi dan bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu dalam lingkungan yang kompleks (Togar M. Simatupang, 1995). Ofyar Z. Tamin (1995) menguraikan, bahwa Sistem Transportasi secara makro terdiri dari obyek-obyek (sub-sistem): sistem kegiatan, sistem jaringan, sistem pergerakan dan sistem kelembagaan.

Sistem kegiatan merupakan pola kegiatan tata guna tanah (land use) yang terdiri dari pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain. Kegiatan yang timbul dari sistem ini membutuhkan adanya pergerakan sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan setiap harinya.

Pergerakan tersebut baik berupa pergerakan manusia dan/atau barang pasti membutuhkan suatu sarana (moda) transportasi dan prasarana (media) di mana sarana tersebut dapat bergerak. Prasarana transportasi tersebut merupakan sub-sistem yang kedua, yang meliputi jaringan jalan raya, kereta api, terminal bus dan kereta api, bandara dan pelabuhan laut/sungai.

Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem pergerakan akan menghasilkan suatu pergerakan manusia dan/atau barang dalam bentuk pergerakan kendaraan dan/atau orang (pejalan kaki). Suatu sistem pergerakan yang aman, cepat, nyaman, murah dan sesuai dengan lingkungannya akan dapat tercipta jika sistem pergerakan tersebut dirancang, dikembangkan dan diatur dengan suatu sistem rekayasa dan manajemen lalu-lintas yang baik.

Dalam keterkaitan antar sub-sistem tersebut terdapat beberapa individu, kelompok, lembaga pemerintah dan swasta yang terlibat dalam masing-masing sub-sistem tersebut. Semuanya saling berinteraksi, saling bergantung dan bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu yakni aktivitas transportasi yang aman, cepat, nyaman, murah dan ramah lingkungan.

 

 

PERMASALAHAN

 

Kondisi ideal sebagaimana diuraikan di atas akan bisa dicapai jika perancangan, pengembangan dan pengaturannya dilakukan dengan ancangan (approach) sistemik, tidak secara parsial. Bila dievaluasi, hingga saat ini amanah rakyat Indonesia melalui GBHN 1993 --bahwa pembangunan transportasi diarahkan pada terwujudnya sistem transportasi nasional yang secara terpadu, tertib, lancar, aman dan nyaman serta efisien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa serta mendukung pembangunan wilayah-- belum terwujud sepenuhnya, terutama masalah kelancaran, keamanan serta kenyamanan. Masalah-masalah yang kerap terjadi di kota Malang dapat diidentifikasi dengan mudah.

Pertama, kongesti (congestion) atau kondisi lalu-lintas yang diwarnai dengan gerakan jalan berhenti sering terjadi, terutama di beberapa persimpangan seperti: Jalan Borobudur-Letjen S. Parman-Ahmad Yani, Simpang tiga Arjosari-Ahmad Yani-Raden Intan, ruas jalan Mayjen Haryono sampai Pasar Dinoyo, dan beberapa persimpangan lainnya.

Kedua, kebisingan yang timbul dari bunyi klakson, mesin dan cara pemakaian kendaraan bermotor. Kebisingan ini sangat mengganggu kenyamanan orang-orang yang tinggal atau beraktivitas di sekitar prasarana transportasi. Pada akhirnya, gangguan kebisingan dapat mengganggu kesehatan.

Ketiga, polusi udara yang timbul dari kendaraan bermotor -kontibutor terbesar polusi udara- merupakan gas yang berbahaya bagi lingkungan hidup. Pada gilirannya akan merugikan kesehatan manusia. Jenis-jenis pencemaran dari emisi gas buang yang cukup dominan adalah TSP (Total Suspended Particles) kontribusinya 44%, HC (Hidrokarbon) kontribusinya 89%, Pb (Timah hitam) kontribusinya 100% dan NOx kontribusinya 73% serta COx. (Heru Sutomo, 1995). Untuk kasus di kota Malang, informasi sejauh mana tingkat polusi udara belum tersampaikan ke masyarakat dengan baik. Menurut Bank Dunia, tingkat polusi tahun 2000 akan sebesar 2 kali lipat dari saat ini, lalu meningkat menjadi 5 kali tahun 2010 dan 9 kali tahun 2020.

Keempat, kecelakaan. Peristiwa ini mengakibatkan kerugian yang besar baik harta maupun nyawa. Kejadian-kejadian seperti tabrakan kendaraan bermotor, telah menelan korban jiwa dan finansial. Pada umumnya kecelakaan disebabkan oleh empat faktor, yaitu: kondisi jalan, kendaraan, manusia (pengendara), dan lingkungan (Suraji, 2005 dan Harnen, 2004).

Kelima, ketidaknyamanan sarana transportasi massa. Sarana transportasi pribadi secara optimal telah diupayakan dirancang dengan tujuan senyaman mungkin bagi penggunanya, tetapi sarana transportasi massa belumlah demikian, kecuali yang diperuntukkan bagi kelas berkantong tebal. Sehingga sebagian besar manusia Indonesia harus sudah puas menikmati ketidaknyamanan bertransportasi massa seperti penumpang yang berdesak-desakan, kursi yang tidak ergonomis, udara yang pengap dan sebagainya.

Keenam,  pejalan kaki belum mendapatkan perhatian yang utama. Pejalan kaki adalah bagian dari lingkungan setiap jalan raya. Karena itu, semestinya fasilitas untuk pejalan kaki mendapat perhatian serius. Pada sebagian besar ruas jalan raya di kota Malang, fasilitas pedestrian (jalur khusus untuk pejalan kaki) tidak ada, sehingga para pejalan kaki merasa tidak aman. Jadi, aspek manusia belum dianggap penting dibanding kendaraannya.

Setidak-tidaknya keenam permasalahan ini pengembangannya semestinya diarahkan untuk kenyamanan, keamanan dan kelancaran pengguna fasilitas transportasi. Jadi aspek manusia yang menjadi pertimbangan utama.

 

 

ANCANGAN SISTEMIK

Ancangan sistemik adalah ancangan (approach) yang dilakukan secara integral (menyeluruh) yang melibatkan semua elemen yang mungkin berpengaruh terhadap suatu sisttem. Bila dibandingkan dengan ancangan parsial, maka sudah tentu akan memberikan hasil yang lebih baik karena sifatnya yang komprehensif.

Dalam kajian kali ini dapat diidentifikasi elemen-elemen utama dalam sistem transportasi kota, sebagai berikut:

1.     Elemen prasarana transportasi, yang berfungsi sebagai wahana yang mendukung sarana transportasi dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

2.     Elemen sarana transportasi, yang berfungsi sebagai wahana yang memungkinkan terjadinya pergerakan/kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi dan kebudayaan.

3.     Elemen peraturan/perundang-undangan, yang berfungsi mendukung efektivitas jalannya sistem sesuai dengan yang direncanakan.

 

Mutu dari sistem transportasi dapat diukur dari sejauh mana kelancaran pergerakan masyarakat pengguna dalam memenuhi kegiatan-kegiatannya. Hal ini ditentukan oleh sejauh mana elemen prasarana transportasi dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu. Elemen ini dikembangkan dengan tujuan dapat memenuhi jaringan prasarana transportasi yang mampu melayani sarana transportasi yang bergerak di atasnya. Tingkat pelayanan yang tinggi dari jaringan ini akan meningkatkan kenyamanan dan meminimalkan kongesti (congestion). Dengan demikian, akan dapat melindungi kondisi kesehatan, psikologis, fisiologis dan keamanan manusia yang ada di dalam maupun di sekitar sistem.

Pengembangan sarana transportasi adalah untuk tujuan mengurangi kebisingan, meminimasi kecelakaan dan meminimasi polusi udara. Semua ini dapat terlaksana jika ada dukungan yang kuat dari peraturan perundang-undangan yang diterapkan dengan baik.

Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi kemacetan lalu-lintas di kota Malang selama ini masih bersifat temporer yang merespon fakta yang timbul di lapangan, ketika ada kejadian baru dilakukan tindakan troubleshooting. Padahal ancangan secara sistemik tidak boleh dilakukan secara demikian, melainkan perencanaan harus dilakukan secara integral untuk jangkauan jangka panjang ke depan. Proyek pengembangan ATCS (Area Traffic Control System) pada ruas jalan Ahmad Yani-Raden Intan hingga Letjen Sutoyo-Kaliurang adalah suatu upaya awal dalam pengembangan sistem transportasi secara sistemik. Karena keterbatasan dana, maka pengembangan akan dilakukan secara bertahap. Namun demikian, kajian menyeluruh harus bisa dilakukan sejak awal, dan pelaksanaannya bisa dilakukan secara bertahap.

Dengan menekankan orientasi pengembangan sistem transportasi yang difokuskan untuk manusia, maka hal-hal yang justeru akan merugikan manusia semestinya dijauhi/dicegah. Pengembangan hanya diarahkan pada keselamatan, keamanan, kelancaran, kenyamanan, kesehatan dan ketenangan manusia yang berada di dalam atau di lingkungan sistem.

Komponen-komponen dalam sistem transportasi yang memegang peranan penting adalah:

1.     Sarana transportasi, yang meliputi semua alat angkut yang fungsinya memindahkan suatu benda dari satu tempat ke tempat lainnya.

2.     Prasarana transportasi, yang meliputi semua hal beserta perlengkapannya di mana sarana transportasi melakukan aktivitasnya.

Dalam perancangan sarana dan prasarana transportasi, ancangan ergonomi atau keselamatan (safety) harus diterapkan pada keduanya, sarana dan prasarana transportasi. Ancangan ergonomi/ safety selama ini kurang mendapatkan perhatian yang memadai. Orientasi ekonomis lebih menonjol ketimbang aspek kemanusiaannya.

Dalam buku Ergonomics – How to Design for Ease and Efficienc, Kroemer memberikan definisi ergonomi sebagai berikut: “Ergonomics is the application of scientific principles, methods, and data drawn from a variety of disciplines to the development of engineering systems in which people play a significant role. Among the basic disciplines are psychology, cognitive science, physiology, biomechanics, applied physical anthropometry, and industrial system engineering.”

Jadi, hal-hal yang berhubungan dengan keselamatan, kenyamanan dan kesehatan manusia akan lebih tepat jika ditinjau dengan menggunakan ancangan ergonomi, baik untuk sarana maupun prasarana transportasi.

Ancangan ergonomi untuk sarana transportasi meliputi:

a.     Perancangan display, yang terdiri dari: display penglihatan dan display pendengaran. Display yang kurang mengakomodasi keterbatasan manusia seringkali tidak mampu memberikan informasi yang mudah dipahami pengendara kendaraan bermotor, sehingga reaksi pengendara menjadi lambat.

b.     Perancangan alat kendali. Alat kendali berfungsi untuk mengoperasikan kendaraan bermotor agar bergerak sesuai kehendak pengendara. Alat kendali yang tidak ergonomis akan menghambat pengendara dalam merespon informasi dari display.

c.     Perancangan tata ruang dan fasilitas penunjang. Tata ruang dan fasilitas penunjangnya sering kali ikut berperan dalam tingkat kenyamanan dan keamanan operator dan penumpang di dalamnya. Yang dimaksud ruang di sini adalah kabin operator dan tempat penumpang termasuk tata warnanya. Sedangkan fasilitas penunjang adalah sarana seperti kursi (jok), lampu dan sebagainya. Kurangnya perhatian dalam masalah ini akan menyebabkan cepat menurunnya kondisi fisik dan psikologis manusia. Hal ini banyak ditemukan pada kendaraan untuk umum, misalnya: bus umum, angkutan kota, perahu penyeberangan dan sebagainya.

d.     Aspek lingkungan. Yang juga perlu mendapat perhatian penting dalam rancang bangun sarana transportasi adalah aspek lingkungan. Produk teknologi memang di samping menghasilkan kemudahan bagi manusia, tetapi juga selalu menghasilkan keluaran yang merugikan kesehatan manusia dan lingkungannya. Karena itu, produk yang memiliki sisa pembakaran yang merugikan semacam ini juga disebut tidak ergonomis.

Ancangan ergonomi untuk prasarana transportasi dapat diuraikan sebagai berikut. Walaupun yang paling banyak terlibat dalam perancangan prasarana transportasi ini adalah disiplin Teknik Sipil, akan tetapi perancangan prasarana transportasi juga tidak bisa dilepaskan dari tinjauan ergonomisnya.

Misalnya prasarana jalan raya. Penetapan jari-jari dan kemiringan tikungan, sudut kelandaian penaikan dan penurunan jalan, batas garis sempadan dan sebagainya juga berperan pada kenyamanan dan keamanan pemakai jalan. Karena jarak dan sudut pandang manusia terbatas, perancangan geometrik jalan yang kurang kurang memperhatikan faktor keterbatasan manusia sering menyebabkan terjadinya kecelakaan.

Pengaturan marka jalan termasuk aksesoris dan pemilihan warnanya juga harus memperhatikan aspek ergonomis ini, termasuk juga penempatan rambu-rambu lalu-lintas. Warna yang lebih mudah dikenali tetapi tidak menyilaukan mata adalah warna ergonomis.

Fasilitas untuk pejalan kaki (pedestrian) seharusnya dirancang sebaik-baiknya untuk keamanan dan kenyamanan manusia, bukan hanya merupakan pelengkap dan aksesoris jalan saja. Selama ini pedestrian hanya diberi porsi yang amat sedikit dan tidak memenuhi syarat. Sehingga mereka harus berjalan tertatih-tatih di tepian jalan yang tidak bertrotoir dengan perasaan serba ketakutan, tidak nyaman karena tidak rata dan becek kalau hujan.

Kebisingan lingkungan merupakan aspek yang kurang mendapatkan perhatian selama ini. Belum ada upaya yang dilakukan untuk meminimasi kebisingan lingkungan ini, baik secara teknologi maupun dukungan perda/perundang-undangan. Padahal ia dapat berpengaruh pada aspek kesehatan manusia. Penelitian berkenaan dengan kebisingan lingkungan jalan raya seperti yang pernah dilakukan oleh Johannes Edward S. (2003), Edi Kadarsa (2005) dan Dendi Pryandana (2003), hendaknya tidak sekadar menjadi konsumsi keilmuan belaka. Tetapi benar-benar dijadikan pertimbangan dalam pengembangan sistem transportasi di kota Malang ke depan.

 

 

PENUTUP

Teknologi yang dikembangkan selama ini adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia, maka semestinya manusia harus dimanjakan. Tetapi jika ternyata semua itu tidak membuat manusia merasa aman, nyaman, sehat dan mudah, maka berarti dalam proses perancangan, pengambilan keputusan dan pembangunannya telah mengalami penyimpangan orientasi.

Sarana transportasi pribadi telah dibuat dengan memperhatikan aspek ergonomis, namun tidak demikian halnya dengan sarana transportasi untuk umum. Penghargaan terhadap nilai kemanusiaan secara umum nampaknya masih dinomorduakan setelah tujuan ekonomis. Sehingga dalam banyak hal masih banyak ditemukan nilai kemanusiaan (baca: "masyarakat kebanyakan") tidak dijadikan acuan penting dalam proses rancang bangun.

Penumpang kendaraan publik harus duduk di tempat duduk yang sangat tidak nyaman dengan lutut susah digerakkan. Belum lagi diiringi dengan suara mesin yang sangat membisingkan karena penempatan mesin yang tidak ergonomis.

Bagi kita yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, marilah kita gunakan tinjauan ergonomis dalam setiap rancang bangun yang kita lakukan.

 

KEPUSTAKAAN

Alexander, David and Randy Rabourn. 2001. Applied Ergonomics. Taylor & Francis Inc., London and New York.

Berglund, Birgitta dan Thomas Lindvall dan Dietrich H Schwela. 1999. Guidelines for Community Noise, World Health Organization – United Nations.

Bridger, R.S. 2003. Introduction to Ergonomics, 2nd edition. Taylor & Francis Inc., London and New York.

Edward, Johannes. 2005. Evaluasi Kebisingan Lalu-lintas Akibat Pengaruh Kekasaran Permukaan Jalan pada Perkerasan Kaku di Jalan Tol Padalarang – Cileunyi, ITB Central Library.

Hays, R. Terry. 1992. Value Management. Maynard’s Industrial Engineering Handbook, 4th ed. Mc Graw-Hill, Inc.

Kadarsa, Edi, 2004, Evaluasi Kebisingan Akibat Lalu-intas pada Jalan Tol Jakarta-Tangerang, ITB Central Library.

Kroemer, Karl H. E. and Anne D. Kroemer. 2001. Office Ergonomics. Taylor & Francis Inc., London and New York.

Permata, Elok, 2002, Optimasi Penghalang Bising Lingkungan Berupa Berm (Studi Kasus Job Pertamina-Talisman (Ok)Ltd.), ITB Central Library.

Pryandana, Dendi, 2000, Penanganan kebisingan lalu lintas di jalan perkotaan: studi kasus kota Bandung, ITB Central Library.

Simatupang, Togar M. 1995. Teori Sistem, Suatu Perspektif Teknik Industri. Penerbit Andi Offset, Yogyakarta.

Soegijanto, 2001, Penelitian Kinerja Akustik Mesjid di Indonesia, ITB Central Library.

Sutomo, Heru. 1995. Tantangan Teknik Transportasi Abad XXI. Makalah Seminar Transportasi Kota di Negara Berkembang pada Abad 21, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.

Tamin, O.Z. 1995. Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan di Negara Berkembang pada Abad 21. Makalah Seminar Transportasi Kota di Negara Berkembang pada Abad 21, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.

Tjahjono, Ngudi. 1996. Peranan Ergonomi dalam Rancang Bangun Teknologi Transportasi. Seminar Regional “Strategi Pengembangan Teknologi Transportasi,” di Fakultas Teknik Universitas Widyagama Malang.

Tjahjono, Ngudi. 1998. Ancangan Ergonomi dalam Pengembangan Sistem Transportasi. Jurnal Ilmiah Widya Gama, No. 1/Edisi keenam/1998.

Rabu, 11 Maret 2009

Sistem Transportasi Ergonomis

Oleh: Ngudi Tjahjono *)

Pada tulisan ini kita perlu menyamakan persepsi terlebih dahulu tentang definisi Sistem Transportasi, agar dalam diskusi selanjutnya kita sudah mempunyai kerangka berpikir yang sama.

Sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang saling terkait, secara fungsional membentuk satu kesatuan yang tidak terpisahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Jika salah satu elemen tidak berfungsi, maka akan menyebabkan sistem secara keseluruhan tidak bisa efektif mencapai tujuannya. Contoh yang paling mudah adalah sepeda motor sebagai suatu sistem sarana transportasi yang mempunyai tujuan memindahkan manusia (dan barang) dari satu tempat ke tempat lainnya. Komponen-komponen sepeda motor yang ada dalam satu tempat (misalnya kotak besar) dan belum dirakit, walaupun dikumpulkan menjadi satu, masih belum bisa disebut sebagai suatu sistem. Tetapi ketika komponen-komponen itu sudah dirakit secara fungsional, maka sudah bisa disebut sebagai suatu sistem. Jika salah satu komponennya tidak berfungsi, misalnya mesin, maka sistem tersebut tidak bisa secara efektif mencapai tujuannya.

Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh manusia atau mesin. (Wikipedia, 2009). Sistem Transportasi adalah suatu sistem yang bertujuan untuk memindahkan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh manusia atau mesin.

Sistem transportasi terdiri atas komponen-komponen sarana dan prasarana transportasi. Sarana transportasi adalah meliputi semua jenis kendaraan atau alat untuk mengangkut (memindahkan), sedangkan prasarana transportasi adalah semua jenis wahana yang dipakai (dilalui) oleh sarana transportasi untuk memindahkan manusia atau barang, misalnya: jalan, rel, terminal, pelabuhan, bandara dll.

Ada beberapa sistem transportasi yang kita kenal, yaitu: sistem transportasi darat, laut, sungai, dan udara. Setiap jenis sistem transportasi ini mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, maka karakteristik sarana dan prasarananya pun juga berbeda-beda.

Mengingat salah satu tujuan dari sistem transportasi ini adalah untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari, maka sistem itu seharusnya aman, nyaman, sehat, dan menyenangkan bagi manusia. Aspek keamanan, kenyamanan, dan kesehatan ini berkaitan dengan aspek ergonomis

Dalam perancangan sistem transportasi, belum sepenuhnya mempertimbangkan aspek ergonomis ini. Selama ini yang sudah mempertimbangkan aspek ini masih terbatas pada perancangan sarana transportasi (khususnya kendaraan) dan masih terbatas pada kendaraan mewah, bukan sarana transportasi publik. Sedangkan prasarana transportasi belum tersentuh pendekatan ergonomis ini.

Ke depan, mengingat yang memanfaatkan sistem transportasi ini adalah manusia, maka seharusnya memperhatikan aspek ergonomis ini.

*) Ngudi Tjahjono adalah dosen Fakultas Teknik Universitas Widyagama Malang